Hanya untuk 1 jaM..

Di malam hari yang dingin, berselimut keheningan, seorang anak kecil, sebut saja evan, menghampiri ayahnya dan berkata;"ayah, dapatkah aku berbicara sebentar kepadamu?"tanya anak itu. Ayahnya menjawab,"maaf nak, aku sedang sibuk mengurus bisnis ini". Anak itupun terhentak diam dan meninggalkan ayahnya untuk berjalan-jalan diluar halaman. Sekitar suasana malam semakin larut, anak itu kembali dan menghampiri ayahnya kembali, kali ini evan datang ke ruangan ayahnya yang cukup besar itu dan berkata,"ayah, berapa gajimu 1 bulan?", ayahnya dengan heran menjawab,"gajiku sebesar 1,6 juta nak". Lalu kembali anak itu berbicara, "Apabila ayah dalam satu bulan bekerja selama 20 hari memiliki gaji 1,6 juta, maka dalam 1 harinya ayah mandapat gaji 80 ribu, dan jika dalam satu hari ayah bekerja selama 8 jam, maka tiap jamnya ayah mendapatkan gaji 10 ribu, bukan?", "iya, benar", jawab ayahnya heran. Tiba-tiba anak evan pun meninggalkan ayahnya dan pergi ke kamar unuk mengambil tabungannya sebesar 12 ribu. Lalu evan menghampiri ayahnya dan berkata,"ayah, ini aku ada uang, biarkan aku berbicara selama 1 jam saja dengan mu......".


Dari sini kita dapat merfleksikan suasana kondisi di rumah kita,, apakah perlu adanya percakapan seperti ini,, mungkin saya amat sangat memerlukan komunikasi antar anggota keluarga, karena saya sangat jarang sekali bertemu keluarga saya, dan saya harap agar kita dapat berkomunikasi dengan baik antar anggota keluarga.

TEMU KOLESE di MERTOYUDAN

Hari yang telah lama ditunggu akhirnya datang juga,Temu Kolese. Saya adalah seminaris dari Seminari Wacana Bhakti, Jakarta. Pada tahun kedua ini, saya mamasuki tahun pertama saya atau kelas satu di SMA Gonzaga, yang merupakan salahsatu dari 8 kolese di Indonesia. Kolese merupakan lembaga pendidikan yang di atasi oleh ordo Jesuit( Serikat Jesus). Pada tanggal 13-16 oktober, SMA Gonzaga mengikuti acara Temu Kolese di Mertoyudan yang diadakan rutin selama 4 tahun sekali. Acara temu kolese kali ini, memiliki tema “bersahabat membangun karakter”.

Rancangan Temu Kolese tahun 2008 ingin melanjutkan rancangan yang telah dimulai pada Temu Kolese tahun 2004 dengan sedikit perubahan. Rancangan Temu Kolese kali ini adalah murni kolaborasi sehingga diharapkan dapat membuat para siswa-siswi Kolese untuk semakin menghayati nilai-nilai persaudaraan dan kerja sama sebagai bekal masa depan mereka. Selain itu, dengan tema Bersahabat Membangun Karakter juga diharapkan semakin mendaratnya 3C (competence, Conscience, Compassion) yang merupakan dasar setiap kolese.

Pada tanggal 13 Oktober 2008 jam 09.00 WIB, upacara pembukaan temu kolese dilaksanakan. Upacara diikuti oleh seluruh kontingen temu kolese 2008 dari 6 kolese dan 1 seminari yaitu Kolese Kanisius, Kolese Gonzaga, Kolese DeBritto, Kolese Loyola, Kolese Mikael, Kolese PIKA dan Seminari Mertoyudan. Upacara turut dihadiri oleh Pater Provinsial Yesuit dan juga kepala sekolah dan moderator dari masing-masing kolese. Acara yang berdurasi satu jam terdiri dari defile setiap kolese memiliki ciri khas masing-masing. Kolese Kanisius dengan pakaian kecak, Kolese Loyola dengan seragam Loyola deMAGZ, Kolese Mikael dengan malaikatnya, Kolese PIKA dengan manusia kayu. Sementara itu, Kolese Gonzaga dengan pakaian abang none dari Jakarta dan yang paling berbeda dari yang lain adalah Seminari Mertoyudan yang tampil dengan pakaian dan perlengkapan pastor yang menunjukan bahwa mereka lebih fokus pada hal yang kerohanian, sebenarnya saya juga seminaris yang ingin memakai jubah pastur itu.

Pada hari pertama, demi meningkatkan kekerabatan dalam berkolaborasi di acara temu kolese ini, panitia mengadakan acara relaksasi di joglo semangat seminari mertoyudan, disini saya sangat bersemangat untuk bergoyang bersama kontingen kolese lain. Acara yang diadakan setelah makan malam, pukul delapan malam ini menjadi wadah bagi para peserta temu kolese untuk saling berbagi cerita dan pengalaman. Canda dan tawa mewarnai suasana sekitar joglo semangat, keakraban mulai terbentuk dihari pertama ini, walaupun saya sebenarnya pemalu, tapi dalam keadaan ini, saya merasa ingin bergoyang bersama kontingen lain.

Pada acara relaksasi ini pertama-tama, saya menonton penampilan band dari kolese Mikael dan disambung dengan anak-anak dari kolese de Britto. Dalam acara ini terlihat sekali antusias para peserta. Kekompakan juga ditunjukkan oleh kolese de Britto yang mempelopori para peserta untuk bisa menikmati acara ini. Beberapa siswa dari kolese de Britto maju dan menyanyi sehingga membuat penonton berjoged dan ikut bernyanyi bersama, sehingga suasana mulai mencair. Namun, menurut saya, acara ini belum dapat memaksimalkan kolaborasi, karena dalam acara ini kolaborasi masih belum terlalu tampak. Hanya kolese-kolese tertentu yang ambil bagian dalam acara ini. Akan lebih baik jika penampilan ini dibagi dan direncanakan dengan lebih baik.

Lalu pada sore harinya, dimulailah pembagian tim, karena saya mewakili Gonzaga untuk pertandingan sepak bola, sayapun langsung berkumpul bersama dengan seluruh peserta sepak bola dari 7 kolese yang ditujukan untuk membuat tim kolaborasi. Tepat pada pukul 2 pun, pembagian tim kolaborasi dimulai. Saya membentuk satu tim, yang bernama tim Marseille, yang terdiri dari anggota 7 kolese ini. Pada hari ini, saya belum melakukan pertandingan. Pada hari selasa 14 oktober, saya dari pagi hari, mulai bertanding dengan tim Manchester United, dan kami menang telak, 4-0, dan saya juga menyumbangkan gol dengan menggiring si kulit bundar melewati sang penjaga terkhir, kiper. Setelah pertandingan ini, kami melakuakan pemaknaan atau berefleksi tentang pertandingan tersebut. Setelah itu, saya tidur, dan bangun kembali pada jam 17.00 untuk bertanding melawan tim Real Madrid, kami pada hari ini memenangkan pertandingan melawan Real Madrid juga dengan skor 3-2, walaupun kami menang, tetapi kami sangat kecewa akan pertandingan tersebut, dikarenakan oleh kiper saya gegar otak ringan, dan banyak dari tim saya yang terkilir, bahkan tim yang saya lawan kepalanya bocor. Jadi dalam pertandingan ini, dapat dilihat bahwa kurang adanya rasa Sportifitas yang tinggi dari para pemain. Hari inipun ditutup dengan refleksi.

Pada hari Rabu, tepatnya 15 oktober, karena tim saya lolos ke babak perempat final, kami bertanding kembali untuk dapat lolos ke babak yang ditunggu-tunggu, babak final. Setelah kami bergelut dalam pertandingan, akhirnya kamipun lolos ke babak final.

Dibabak final, tim Marseille yang bertanding selama 3 pertandingan inipun akhirnya menempuh pertandingan terakhir melawan Bayern Muenchen. Pada jam 8 pagi, tim Marseille dan Bayern Muenchen pun telah bersiap-siap dengan kostumnya masing-masing di lapangan utama Seminari Mertoyudan. Sayapun menjadi striker, yang diharapkan dapat menembus benteng pertahanan lawan. Pertandinganpun berjalan sangat menarik, karena dapat dilihat banyak sekali penonton yang antusias untuk menonton pertandingan ini, setelah kami bermain selama 1 jam penuh, akhirnya tim saya, Marseille dapat memenangkan pertandingan ini, dan dapat merebut posisi teratas, juara I. Kami sendiri sebenarnya tidak memiliki tujuan benar untuk menjdai juara, tapi kami hanya terfokus dengan kebersamaan dan rasa percaya terhadap tim kami.

Setelah seluruh rangkaian acara pada hari kamis ini selesai, lalu dilanjutkan dengan Misa dan kembali ke Kolese masing-masing, dan pada malam rabu, diadakan pentas seni yang amat menarik dengan masing-masig kolese menyumbangkan acara yang dipadu dalam sebuah drama, sehingga akhirnya kami semua, anak kolese merasa bersatu dan menyanyikan yel ”kolese bersatu, tak bisa dikalahkan” berulang-ulang. Dan bernyanyi pada malam itu bersama-sama. Malam dingin itupun terasa hangat untuk seluruh peserta kolese. Pada sekitar jam 12 siang, kami Kolese dari Gonzaga langsung izin kepada seluruh peserta kolese untuk kembali ke Kolese kami tercinta, Kolese Gonzaga.

Sebelum kami kembali ke Jakarta kami mampir dahulu ke Malioboro, pada saat saya ingin membeli cinderamata, ternyata uang yang saya bawa untuk temu kolese ini telah hilang, entah siapa yang mengambil, maka dari itu saya tidak menuduh siapa-siapa, karena saya tahu bahwa uang itu susah untuk dikembalikan dari yang mencuri uang saya itu, karena saya ingat betul, bahwa uang saya, saya taruh di dalam dompet itu, saya taruh dalam-dalam di tas, tapi tenryata hilang begitu saja. Ini juga merupakan refleksi saya agar saya tidak ceroboh dan selalu waspada, karena ”kejahatan terjadi bukan dari niat pelakunya, tapi karena ada kesempatan” jadi saya harus selalu waspada.

Inilah cerita saya saat saya mengikuti Temu kolese di Seminari Mertoyudan,13-16 oktober 2008. Saya mendapatkan banyak pelajaran untuk dapat bersahabat dengan siapapun tanpa memandang pebedaan antar sesama.

ANTARA KEPUASAN HATI DAN KEINDAHAN ALAM

Saya adalah seorang Seminaris dari Seminari Wacana Bhakti yang berada pada tahun kedua. Kejadian- kejadian yang akan saya ceritakan ini terjadi pada saat saya sedang menikmati libur Lebaran yang jatuh dari tanggal 28 september- 4 oktober 2008, saya memulai libur Lebaran pada dimulai dari hari senin, yang disebabkan oleh pada hari Sabtu dan Minggu saya mengikuti expo panggilan di Gereja St.Bonaventura, Pulo mas. Selesainya dari expo panggilan di St.Bonaventura, Pulo mas, saya segera beristirahat, agar esok harinya dapat bangun tidur dan mengikuti Misa pagi di Seminari Wacana Bhakti dengan segar.

Hari senin yang indah, aku berniat untuk kembali ke rumah dari Seminari Wacana Bhakti setelah selesainya dari Misa pagi yang biasa saya lakukan di kapel Seminari. Pada saat saya bersiap untuk kembali ke rumah, saya didatangi oleh pamong Seminari saya, yaitu Fr.Hepi, Ia memberitahu saya, bahwa saya diajak oleh keluarga besar saya untuk pergi ke Bandung. Lalu saya saat itu saya memalingkan tujuan saya dari kembali ke rumah saya, menjadi pergi ke rumah nenek saya, didaerah Jakarta utara, karena keluarga besar saya telah berkumpul disana. Saya berangkat dari Jakarta pada tanggal 30 september 2008 menuju ke Lembang, Bandung. Sesampainya di Bandung, saya menempati sebuah Villa, Villa Puteri Gunung. Pada hari selasa ini, saya langsung pergi ke Tangkuban Perahu, sesampainya disana saya melihat keindahan alam yang sungguh menarik, bahwa di suatu kawah, dikelilingi oleh gunung yang membentuk Perahu yang sesuai dengan mitosnya. Lalu setelah saya rasa hari mulai beranjak sore dan kabut mulai turun ke kawah, saya dan keluarga saya tanpa membuang waktu, langsung saja kami berangkat ke Sari Ater, Ciater, agar dapat menikmati air panas dari alam langsung. Setelah saya menikmati pijitan hangat pada seluruh daerah kaki saya yang saya rendam di air hangat itu, sayapun langsung kembali keVilla untuk beristirahat sejenak. Hingga pada malam harinya, saya dan beberapa dari keluarga saya, pergi ke suatu tempat, yang dapat langsung melihat keindahan kota Bandung, yaitu The Peak. Dengan berteman sepasang pisang keju dan kopi hangat saja, saya melihat indahnya Bandung di malam hari. Setelah saya dan keluaga saya mengisi perut kami yang lapar, kamipun berniat kembali ke Villa. Kami semua berniat untuk mencari jalan lain, agar dapat mengenal jalan-jalan di pelosok Bandung ini, Sesampainya ditengah jalan, saya melihat sesosok tubuh yang memakai baju putih polos dengan tidak memiliki kepala berada di pinggir jalan yang akan kami lewati. Saya berfikir bahwa hanya saya saja yang berimajinasi, tetapi ternyata seluruh keluarga saya yang ada di dalam mobil juga melihat kejadian tersebut, jadi mobil yang kami naiki langsung berbalik arah dan kembali ke jalan yang benar. Jadi pada hari ini, saya telah melihat banyak keindahan alam dari Gunung Tangkuban Perahu sampai sesosok mahkluk yang diciptakan juga oleh Tuhan. Dari sinilah, saya dapat menarik kesimpulan, bahwa Tuhan telah memberikan keindahan alamnya pada kita, maka sebisa mungkin kita harus dapat menjaga keindahan alam tersebut dengan berbagai macam cara. Janganlah merusak ataupun mengganggu dari seluruh kekayaan alam yang diberikan Allah Tuhan kita.

Setelah sesudah hari yang melelahkan kemarin berlalu, saya pun memulai hari rabu ini, dengan berolahraga pagi. Pada siang harinya, saya dan keluarga besar saya berniat untuk pergi ke Ciwidey, untuk pergi ke Kawah putih, melihat keindahan alam di atas gunung. Saya pergi dengan beberapa keluarga saya dengan menaiki 2 buah mobil. Sesampainya di pintu gerbang pusat pariwisata Kawah Putih, keluarga saya yang telah berpengalaman berkali- kali naik turun pada waktu yang silam, jadi tidak semua keluarga saya ikut. Karena mobil yang kami bawa dari Jakarta takut kotor, dan lintasan perjalanan atau track yang akan dilewati tidak dapat dibilang mudah, maka kami sekeluarga menyewa Otang-ating (Semacam angkutan umum) yang dikhususkan hanya beroperasi di wilayah Kawah Putih saja. Sesampainya kami di Kawah putih, saya sangat ditakjubkan dengan keindahan alam yang sungguh luar biasa, saya merasakan adanya keindahan yang diciptakan oleh Tuhan,”Indah” itulah yang ada dipemikiran saya setelah saya mulai melihat pemandangan di Kawah Putih ini. Hawa dingin dengan kawah belerang panas yang saya rasakan disini amat sangat menarik hati saya untuk terus melihat keindahan Alam ini. Setelah saya merasa puas dan kabut mulai menebal, saya telah melihat pemandangan yang tak pernah saya temui di Jakarta, saya dan keluarga saya pun turun Gunung dengan menaiki Otang ating yang kami naiki sewaktu berangkat tadi , Pada saat itu waktu menuunjukan sekitar pukul 18.30, dimana keadaan di Hutan sungguh sudah amat gelap. Dan ada suatu jalan yang benar-benar menyulitkan para pengendara, di mana jalan yang dilewati sangat licin dan berbentuk belokan yang menurun ke kanan. Jadi, pada saat mobil yang kami naiki seharusnya bejalan pelan kearah kanan dengan pelan, tetapi malah mobil yang telah direm dengan sangat pakem dan kencang, tanpa disadari mobil yang kami naiki ternyata selip dan menyebabkan mobil langsung berjalan dengan kencang, mobil yang kami naiki pun tidak dapat dikuasai sang sopir dengan baik, mobil bukannya berjalan kearah kanan, akan tetapi berjalan ke arah kiri, yang dimana, jalan disebelah kiri ini merupakan jurang yang cukup dalam. “Panik dan takut”, itulah yang dirasakan seluruh penumpang, dan sopir. Dengan bersamaan, tanpa diberi aba-aba, keluarga saya berteriak dengan menyebut nama “Jesus” dan sopir juga sudah membaca ayat-ayat agamanya. Setelah hampir 2 atau 3 meter lagi menuju jurang, tiba-tiba, mobil yang kami naiki terbanting kearah kanan, sehingga menabrak tebing. Keheninganpun langsung tercipta saat, saya melihat kepanikan di raut wajah keluarga saya. Setelah keadaan mulai membaik dan suasana hati sudah lebih membaik, kami putuskan untuk kembali ke Villa. Lalu dengan mobil otang-ating kami menuruni Gunung tersebut sampai ke kaki gunung dengan hati-hati dan sangat pelan. Jadi, disini saya dapat melihat bahwa manusia itu biasa mengingat kepercayaannya akan agama yang dianutnya dalam waktu yang terdesak. Dan saya juga melihat adanya rahmat perlindungan yang diberikannya pada saya dan keluarga saya. Jadi, apapun yang terjadi dan kapanpun terjadinya sudah seharusnyalah kita selalu mengingat, percaya dan menyerahkan diri seutuhnya pada Tuhan Jesus, Allah kita.

Emanuel albert jaya saputra

Seminari Wacana Bhakti