Hari senin yang indah, aku berniat untuk kembali ke rumah dari Seminari Wacana Bhakti setelah selesainya dari Misa pagi yang biasa saya lakukan di kapel Seminari. Pada saat saya bersiap untuk kembali ke rumah, saya didatangi oleh pamong Seminari saya, yaitu Fr.Hepi, Ia memberitahu saya, bahwa saya diajak oleh keluarga besar saya untuk pergi ke Bandung. Lalu saya saat itu saya memalingkan tujuan saya dari kembali ke rumah saya, menjadi pergi ke rumah nenek saya, didaerah ampainya di Bandung, saya menempati sebuah Villa, Villa Puteri Gunung. Pada hari selasa ini, saya langsung pergi ke Tangkuban Perahu, sesampainya disana saya melihat keindahan alam yang sungguh menarik, bahwa di suatu kawah, dikelilingi oleh gunung yang membentuk Perahu yang sesuai dengan mitosnya. Lalu setelah saya rasa hari mulai beranjak sore dan kabut mulai turun ke kawah, saya dan keluarga saya tanpa membuang waktu, langsung saja kami berangkat ke Sari Ater, Ciater, agar dapat menikmati air panas dari alam langsung. Setelah saya menikmati pijitan hangat pada seluruh daerah kaki saya ya
ng saya rendam di air hangat itu, sayapun langsung kembali keVilla untuk beristirahat sejenak. Hingga pada malam harinya, saya dan beberapa dari keluarga saya, pergi ke suatu tempat, yang dapat langsung melihat keindahan
Setelah sesudah hari yang melelahkan kemarin berlalu, saya pun memulai hari rabu ini, dengan berolahraga pagi. Pada siang harinya, saya dan keluarga besar saya berniat untuk pergi ke Ciwidey, untuk pergi ke Kawah putih, melihat keindahan alam di atas gunung. Saya pergi dengan beberapa keluarga saya dengan menaiki 2 buah mobil. Sesampainya di pintu gerbang pusat pariwisata Kawah Putih, keluarga saya yang telah berpengalaman berkali- kali naik turun pada waktu yang silam, jadi tidak semua keluarga saya ikut. Karena mobil yang kami bawa dari yang dikhususkan hanya beroperasi di wilayah Kawah Putih saja. Sesampainya kami di Kawah putih, saya sangat ditakjubkan dengan keindahan alam yang sungguh luar biasa, saya merasakan adanya keindahan yang diciptakan oleh Tuhan,”Indah” itulah yang ada dipemikiran saya setelah saya mulai melihat pemandangan di Kawah Putih ini. Hawa dingin dengan kawah belerang panas yang saya rasakan disini amat sangat menarik hati saya untuk terus melihat keindahan Alam ini. Setelah saya merasa puas dan kabut mulai menebal, saya telah melihat pemandangan yang tak pernah saya temui di Jakarta, saya dan keluarga saya pun turun Gunung dengan menaiki Otang ating yang kami naiki sewaktu berangkat tadi , Pada saat itu waktu menuunjukan sekitar pukul 18.30, dimana keadaan di Hutan sungguh sudah amat gelap. Dan ada suatu jalan yang benar-benar menyulitkan para pengendara, di mana jalan yang dilewati sangat licin dan berbentuk belokan yang menurun ke kanan. Jadi, pada saat mobil yang kami naiki seharusnya bejalan pelan kearah kanan dengan pelan, tetapi malah mobil yang telah direm dengan sangat pakem dan kencang, tanpa disadari mobil yang kami naiki ternyata selip dan menyebabkan mobil langsung berjalan dengan kencang, mobil yang kami naiki pun tidak dapat dikuasai san
g sopir dengan baik, mobil bukannya berjalan kearah kanan, akan tetapi berjalan ke arah kiri, yang dimana, jalan disebelah kiri ini merupakan jurang yang cukup dalam. “Panik dan takut”, itulah yang dirasakan seluruh penumpang, dan sopir. Dengan bersamaan, tanpa diberi aba-aba, keluarga saya berteriak dengan menyebut nama “Jesus” dan sopir juga sudah membaca ayat-ayat agamanya. Setelah hampir 2 atau 3 meter lagi menuju jurang, tiba-tiba, mobil yang kami naiki terbanting kearah kanan, sehingga menabrak tebing. Keheninganpun langsung tercipta saat, saya melihat kepanikan di raut wajah keluarga saya. Setelah keadaan mulai membaik dan suasana hati sudah lebih membaik, kami putuskan untuk kembali ke Villa. Lalu dengan mobil otang-ating kami menuruni Gunung tersebut sampai ke kaki gunung dengan hati-hati dan sangat pelan. Jadi, disini saya dapat melihat bahwa manusia itu biasa mengingat kepercayaannya akan agama yang dianutnya dalam waktu yang terdesak. Dan saya juga melihat adanya rahmat perlindungan yang diberikannya pada saya dan keluarga saya. Jadi, apapun yang terjadi dan kapanpun terjadinya sudah seharusnyalah kita selalu mengingat, percaya dan menyerahkan diri seutuhnya pada Tuhan Jesus, Allah kita.
Emanuel albert jaya saputra
Seminari Wacana Bhakti